Sunday, January 20, 2008

Allah Mengajakku Bicara

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)" (QS. 93:11)

"Tuhan sebenarnya berkomunikasi dengan kita setiap hari. Sekali lagi, setiap hari. Melalui apa? Tentu saja melalui kejadian-kejadian yang lewat di depan mata. Cuman, ada orang yang menangkap makna kejadian yang lewat di depan mata melalui seluruh kepekaannya, ada orang yang tuli dan buta dengan semua itu. Dalam bingkai berfikir seperti ini, saya mensyukuri baik kemenangan maupun kekalahan. Keduanya sama-sama menghadirkan kebanggaan. Bahkan dalam kekalahan, kebanggaan bercampur dengan kemuliaan."

Itulah paragraf indah yang ditulis Gede Prama, dalam tulisannya "Banggalah Ketika Anda Kalah". Sungguh, rangkaian kalimat itu menemukan maknanya, dalam setiap pengalamanku. Termasuk kejadian kemaren dan tadi malam. Saat panitia Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer menelponku bahwa aku termasuk 3 finalis dari 62 peserta. Ketika dewan juri meminta presentasi di depan ribuan mahasiswa Cairo. Tatkala Atase Pendidikan & Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Mesir; pak Slamet Sholeh, M.Ed menyerahkan Piagam Juara Pertama dan uang tunai 1000 Pound. Detik-detik itu, aku merasakan Allah hadir.

Yah, Allah mengajakku bicara. Seolah-olah Allah berkata kepadaku: "Akulah, Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim, yang kasih sayang-Ku melebih kasih sayang kamu terhadap bayi yang saat ini 8 bulan dalam rahim isterimu. Aku Maha Mengetahui, segala kebutuhanmu. Aku Maha Mendengar, setiap pintamu. Aku Maha Menatap, setiap aktivitasmu. Aku Maha Pemberi Solusi, setiap kesulitanmu. Akulah Maha Membantu, setiap melahirkan karya terbaikmu. Aku tidak pernah tidur dan mengantuk, untuk mengatur seluruh alam semesta, apalagi dirimu. Dan, Aku akan merubah hidupmu, bila kamu telah memutuskan dengan sungguh-sungguh merubah diri untuk mendekati-Ku."

Bagaimana aku bisa bangga, saat kemenangan itu datang? Semuanya, milik Allah, dari-Nya, dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Di balik kemenanganku, ada sosok isteri yang penuh cinta memotivasiku. Di balik kemenanganku, ada do'a kedua ortuku, kedua mertuaku, kakak-adikku, ustadzku, teman-temanku, dan siapa saja, nun jauh di Indonesia yang aku pinta lewat SMS dan e-mail. Di balik kemenanganku, ada beberapa orang yang meluangkan waktu untuk membaca tulisanku sebelum aku kumpulkan. Jadi, kemenanganku, bukan untukku, tapi untuk mereka.

Yang patut bangga, mereka yang kalah. Tanpa 61 orang kalah itu, tak ada arti juara pertamaku. Juara pertama dari satu peserta tiada artinya. Aku berhutang budi kepada peserta yang kalah. Mereka lebih baik dariku, sebab mereka telah "memberikan" kebahagiaan kepadaku. Sedangkan aku tidak mampu "memberikan" hal itu kepada mereka. Aku hanya menerima, mereka memberi. Bukankah orang memberi lebih baik dari yang menerima?

Aku menemukan makna lain dari sebuah kemenangan. Kemenangan bagiku, tatkala aku mampu mengumpulkan dua perasaan yang berbeda dalam satu waktu. Perasaan bahagia karena ada orang lain memberi kebaikan kepadaku dan perasaan sedih karena aku tak mampu memberikan kebahagiaan itu. Perasaan memiliki kemampuan untuk berbuat terbaik dan perasaan tidak memiliki apa-apa bila yang terbaik itu tiba. Perasaan syukur terhadap kemenangan sebagai nikmat Allah dan perasaan sabar terhadap kemenangan sebagai ujian-Nya. Mungkin, ini yang dimaksud dengan sabda nabi, iman itu separonya pada syukur dan setengahnya lagi pada sabar. Inti iman adalah tauhid; satu. Menyatukan berbagai perasaan untuk Yang Satu, yaitu Allah Swt.

Dan, pengalamanku telah bertutur, apapun yang kita terima dalam hidup ini --baik itu kemenangan maupun kekalahan-- bila diterima dengan iman, maka akan melahirkan makna. Hari ini, aku menemukan makna kemenangan. Dan, ternyata kemenangan sejati adalah ketika aku bisa merespon apapun dengan iman. Wallahu a'lam.

(Pernah dimuat di beberapa milist)


No comments: