Sunday, January 20, 2008

Modal Dasar Menjadi Penulis 5

7 Kiat menulis

1. Tulislah sesuatu yang benar-benar kita fahami dan telah menjadi pengalaman hidup. Tulisan adalah medium untuk menyampaikan sesuatu dalam diri kita. Dan Islam telah menegaskan, bahwa dalam menyampaikan sesuatu harus berdasarkan ilmu. Sebab, apa yang kita sampaikan, selain harus dapat kita pertanggungjawabkan secara moral kepada manusia, lebih penting lagi, adalah di akhirat nanti, Allah pasti akan mempertanyakannya. (Baca: Qs. Al-Isra’ [17]: 36).

2. Tuliskan semua ide atau gagasan kita secara mengalir. Tatkala kita yakin, apa yang akan kita tulis adalah kebenaran, maka menulislah sesuai dengan tuntunan suara hati. Jangan takut tulisan kita jelek. Tulis saja! Saya baca kitab “Sayyid Quthub al-Adîb an-Nâqid, wa ad-Dâ’iyah al-Mujâhid, wa al-Mufakkir al-Mufassir ar-Râid’ karya al-Ustadz Sholah Abdul Fattah. Dalam buku itu, Sayyid Quthub menulis paragraf ini: “Setiapkali saya mencoba menulis “Fî Dhilâl al-Qur’an” dan ingin membenamkan diri membahasnya secara nahwiyah, atau secara filsafat, atau secara fiqyah, selalu seperti ada hijâb (dinding pemisah; tirai), yang memisahkan Al-Quran dari ruhku, atau menghalangi ruhku dari Al-Quran. Maka kitab tafsir itu saya tulis dengan emosi”. Pernyataan Sayyid Quthub ini, senada dengan apa yang disarankan oleh Carmel Bird —penulis buku “Menulis dengan Emosi: Panduan Empatik Mengarang Fiksi”— bahwa ketika bingung menulis, maka menulislah dengan emosi! Secara singkat —menurut Carmel Bird— menulis dengan emosi adalah menulis berdasarkan kehidupan, ingatan, dan apa yang ada dalam diri penulis.

3. Sebaiknya, kita jangan berhenti menulis ketika kita kehilangan ide, paksakan menulis terus. Berhentilah pada saat kita benar-benar tahu kelanjutan dari apa yang ingin kita tuliskan. Sebab berhentilah saat kita kehilangan ide, maka biasanya ketika meneruskannya kembali akan kesulitan, bahkan berubah ide. Akhirnya kita terkena virus bad mood. Toh, kalau pun kita tetap memaksakannya, maka tulisan itu akan terlihat tidak sinkron dan tidak mengalir.

4. Setelah tulisan kita rampung, lupakan tulisan itu untuk beberapa saat. Jordan E. Ayan, dalam bukunya “Bengkel Kreativitas: 10 Cara Menemukan ide-ide Pamungkas” (Kaifa, 2002), menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian Graham Wallas terhadap proses berpikir para sarjana, ilmuan, dan ahli matematika tersohor, maka kreativitas itu muncul dengan empat tahap, yaitu: (1). Tahap persiapan; (2). Tahap inkubasi; (3). Tahap pencerahan; dan (4). Tahap pelaksanaan atau pembuktian. Nah, masa inkubasi; tahap istirahat; penyimpanan; pengendapan, itulah yang saya sebut dengan “melupakan tulisan yang telah kita tulis”. Mungkin sehari, seminggu, atau lebih. Ini sangat membantu kita untuk mengedit tulisan kita.

5. Bacalah kembali tulisan kita sekaligus mengeditnya. Ketika membaca ulang, posisikan diri kita sebagai pembaca, bukan sebagai penulis. Jangan ingat bahwa itu adalah tulisan kita. Dengan demikian, kita akan objektif dan kritis terhadap apa yang sedang kita baca. Pertama, bacalah isinya saja, abaikan tata bahasa atau ejaannya. Bila kita telah sepakat dengan isi tulisan itu, maka melangkahlah ke tahap kedua, yaitu perhatikan kata; kalimat; frase; paragraf yang paling menarik, maka pertahankan. Bersamaan dengan itu, telitilah kata sampai paragraf yang menurutmu tidak menarik, maka ubahlah. Tahap ketiga, sinkronisasikan seluruh kalimat sampai paragraf dalam tulisan itu. Dan tahap terakhir, perhatikan tanda baca, ejaan, atau hal-hal teknis lainnya, dan perbaiki semua yang salah. Editlah berkali-kali, sampai kita merasa yakin, bahwa tulisan kita telah bermutu.

6. Tulisan yang telah kita edit tersebut, serahkan kepada orang lain untuk membacanya. Ini sangat penting. Karena, terkadang, orang lain akan lebih mudah menemukan kekurangan tulisan kita. Minimal, untuk mengetahui apakah mereka faham atau tidak dengan tulisan kita. Maka, setelah orang lain membaca tulisan kita, maka tanyalah apa yang mereka tangkap dari tulisan itu. Bila penjelasan mereka sesuai dengan apa yang kita inginkan, berarti kita telah berhasil menuliskan gagasan kita. Sebaliknya, bila orang lain bingung, atau berbeda dengan yang kita inginkan, sebaik kita edit ulang. Saran saya, agar kiat 6 ini efektif, bergabunglah dengan komunitas penulis, misalnya Forum Lingkar Pena (FLP) yang secara rutin menggelar acara “Bengkel Karya” untuk mengkritisi karya para anggotanya.

7. Belajarlah dari pengalaman kita menulis. Semakin sering kita melakukan hal-hal di atas —kiat 1 sampai 6— maka kita akan semakin berpengalaman. Kita akan memiliki emperical art. Jadikan pengalaman itu sebagai guru kita. Untuk mengukur kemampuan kita dalam menulis, bukan membandingkan diri dengan penulis lain, tapi ukurlah diri dengan pengalaman kita sebelumnya. Dengan menyadari kelebihan dan kekurangan dari setiap tulisan sebelumnya, maka tulisan selanjutnya akan lebih berkualitas.

Bersambung ke "7 Kiat Menulis Fiksi"...

No comments: