Sunday, January 20, 2008

Modal Dasar Menjadi Penulis 2

Modal Pengetahuan

Modal pengetahuan adalah jawaban dari pertanyaan: apa yang harus kita lakukan, dan mengapa? Iyya, apa yang harus kita lakukan? Secara sederhana, yang harus kita lakukan ada dua, yaitu membaca dan menulis. Keduanya merupakan ajaran Islam. Wahyu pertama yang Allah turunkan lewat Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. adalah perintah untuk membaca. Iqra’ bi ismi rabbika; Bacalah dengan nama Tuhanmu! (baca: Qs. Al-‘Alaq [96]:1-5) Dan wahyu Allah itu kita sebut dengan Al-Qurân (bacaan) dan Al-Kitâb (tulisan). Membaca dan menulis, bagaikan dua sisi mata uang. Hilang salah satunya, maka yang satunya lagi tidak akan bermakna. Orang yang akan menulis tanpa membaca, itu mustahil. Sebaliknya, pembaca sejati tanpa menulis, itu juga tidak mungkin.

Saya yakin, Anda sudah tahu, apa itu membaca dan menulis? Hanya saja, tidak ada salahnya, bila kita bicarakan kembali, agar kita lebih memahaminya. Kang Hernowo —penulis buku best seller "Mengikat Makna: Kiat-kiat Ampuh Untuk Melejitkan Kemauan Plus Kemampauan Membaca dan Menulis Buku" (Kaifa, 2000)— dalam bukunya itu menerangkan bahwa membaca dan menulis adalah dua aktivitas "mencerna". Membaca adalah upaya untuk mencerna dan menyerap sari sekumpulan gagasan. Dan menulis adalah salah satu aktivitas yang dapat mempercepat proses pencernaan dan penyerapan sebuah gagasan.

Mari kita renungkan sejenak tentang imtihân (ujian) yang kita jalani selama ini. Bukankah kedua aktivitas (membaca dan menulis) itu telah kita lakoni? Pra-imtihân, dengan sekuat tenaga kita berusaha "mencerna" isi muqarrar (diktat kuliah). Caranya tak lain dengan membaca. Bahkan kita sempat membuat "talkhîsh-an". Dengan ringkasan ini, berarti kita telah belajar mencerna dan menyerap sari sekumpulan gagasan yang ada dalam muqarrar. Kemudian, sewaktu hari "H"; saat imtihân, kita berusaha mencurahkan apa yang ada dalam diri kita.

Siapapun yang telah sukses dalam imtihan, berarti ia telah memiliki modal besar untuk menjadi penulis. Sebab kata Kang Hernowo, secara sederhana, menulis beliau artikan sebagai merumuskan hal-hal yang kita simpan "di dalam" untuk kemudian dapat kita pahami "di luar". Itulah yang telah kita lakukan dalam imtihân: menyerap muqarrar ke dalam diri dan mengeluarkan apa yang dalam diri kita ke atas lembaran soal ujian.

Imtihân sebagai sarana bagi kita untuk membaca efektif dan merumuskan tulisan kita dengan baik. Dan syarat menulis yang dapat menghasilkan rumusan baik adalah adanya kongruensi. Dengan kata lain, bahwa segala yang ada "di dalam" (yang kita pikir dan rasakan) harus sama persis dengan segala sesuatu yang ada "di luar" (yang kita tulis dan kita lakukan).

Selanjutnya, mengapa kita membaca dan menulis? Saya kira, setiap orang akan memiliki jawaban yang berbeda, seperti perbedaan sidik jari antara kita satu sama lainnya. Mengenai jawaban secara pribadi ini, akan kita bicarakan secara mendalam pada "Modal Kemauan". Sekarang kita bicarakan jawaban secara umum, atau minimal berdasarkan peran kita sebagai "mahasiswa".

Bagi saya, mahasiswa adalah calon ilmuan (sarjana). Dan keilmuan atau kesarjanaan seseorang akan terukur dengan karya tulis ilmiahnya. Karya tulis ilmiah untuk strata satu (S1) kita sebut Skripsi, S2 kita sebut Disertasi, dan S3 kita sebut Tesis. Itu standar minimal dalam akademis. Maka, dalam kaitan dengan peran sebagai mahasiswa, alasan atau "mengapa" kita membaca dan menulis adalah untuk membuktikan keilmuan atau kesarjanaan yang telah kita peroleh.

Persoalannya, ketika kita kuliah di Mesir, khususnya S1 di Universitas Al-Azhar, adalah kita tidak dituntut oleh Al-Azhar untuk menulis. Beda bila kita kuliah di Indonesia, syarat kelulusan S1 adalah menyusun skripsi. Al-Azhar baru mewajiban pada tingkat magister (S2). Nah, bila kita tidak menyadari hal ini, kita terlena dan tidak mencari solusinya, maka ketika kita akan melanjutkan S2 baik di Mesir, Timur Tengah, atau pun di Indonesia, kita akan tertinggal dengan teman-teman tamatan dari universitas yang mewajibkan menulis skripsi, apalagi yang setiap bulan harus buat paper atau makalah. Jadi, membaca dan menulis, adalah tugas utama seorang mahasiswa. Jika kita tidak melakukannya, maka jangan pernah mengaku sebagai mahasiswa!

Setelah kita mendefinisikan membaca dan menulis, dalam kaitan dengan "Pengetahuan", kita juga harus tahu ragam; jenis; gaya, unsur; atau bagian-bagian terkecil dari membaca dan menulis. Misalnya, jika membaca itu kita ibaratkan dengan "makanan", maka ada makan besar, ada ngemil. Membaca "makan besar", maksudnya adalah membaca sebuah dari awal sampai akhir secara serius. Sedangkan, membaca "ngemil" yaitu membaca bagian-bagian penting dan menarik dari sebuah buku.

Begitu juga dengan menulis, kita harus tahu "menu apa" yang harus kita hidangkan. Kita harus tahu, apa yang kita tulis. Menulis fiksi dan non-fiksi, itu berbeda. Fiksi juga bermacam-macam, ada cerpen, cerbung, novel, novelet, puisi, komik, dan seterusnya. Apa saja unsur-unsur intrinsik dari semua bentuk fiksi? Misalnya, unsur cerpen, terdiri dari: alur, tokoh, konflik, setting tempat dan waktu, dialog, amanah, dan seterusnya.

Yang termasuk non-fiksi, (1). ada berkatagori fakta (fact) contohnya, Berita, Laporan, dan Feature; (2). katagori opini (opinion), misalnya, Artikel, Esai, Tajuk, dan Kolom; dan (3). ada yang temasuk Karya tulis Ilmiah, misalnya, Makalah, Paper, Skripsi, Disertasi, Tesis, dan hasil riset. Nah, untuk menjadi seorang penulis, kita harus faham betul, apa persamaan dan perbedaan dari semua tulisan tersebut? Misalnya, Kolom dan Esai, sama-sama subjektif, tapi keduanya berbeda; Kolom lebih argumentatif, sedangkan Esai hanya sekilas.

Di sini, kita bahas secara singkat saja. Pertama, Apa perbedaan dari semua jenis tulisan non-fiksi itu? Berita, laporan sifatnya aktual, faktual, penting, dan menarik. Feature sifatnya faktual, menerangkan masalah bukan melaporkan segera, tidak basi, human interest, unsur sastra, lead atraktif. Artikel sifatnya faktual, berisi gagasan dan fakta, menyakinkan, mendidik, memecahkan masalah, menghibur. Esai sifatnya sepintas, sudut pandang pribadi. Tajuk Induk karangan, opini redaksi, leader. Kolom sifatnya subjektif, argumentatif.

Apa perbedaan dari semua jenis tulisan fiksi itu? Cerpen bersifat pendek, tokoh sedikit, mengutamakan konflik. Novel bersifat panjang, tokoh banyak, tidak hanya mengutamakan konflik. Novelet bersifat lebih panjang dari cerpen dan lebih pendek dari novel. Puisi bersifat kalimat pendek, indah, bermakna Pantun bersifat empat baris, bersajak. Komik bersifat bergambar, dialog. Karikatur bersifat gambar, sindiran. Nomik bersifat perpaduan antara novel dan komik.

Bersambung ke "Modal Keterampilan"...

No comments: